BPCB Sumatera Barat jajaki temuan yang diduga Cagar Budaya “Prasasti Bukit Gado-Gado” Padang
Tanah Datar,
Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat jajaki
temuan yang diduga Cagar Budaya “Prasasti Bukit Gado-Gado” Padang. Minggu kedua
dibulan Juni yang lalu tepatnya tanggal 6 Juni 2017 BPCB Sumatera Barat, Dinas
Pariwisata & Kebudayaan Kota Padang serta Dinas Kebudayaan Provinsi
Sumatera Barat melakukan kegiatan bersama dalam rangka penjajakan/survei awal
temuan yang diduga cagar budaya di Kelurahan Bukit Gado-Gado, Kecamatan Padang
Selatan, Kota Padang.
Kepada rakyat Sumbar tim teknis BPCB Sumatera Barat yaitu Emi
Rosman, S.H (Kapokja
Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi), bersama Dodi Chandra, S.Hum (Staf Pokja
Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi), didampingi Etweldi S.Pd (Kasi Kepurbakalan & Warisan Budaya Dinas Kebudayaan
Prov. Sumbar), mengatakan bahwa penjajakan ini merupakan kelanjutan dari
laporan masyarakat yang menemukan benda yang di curigai adalah prasasti yang
terletak di bukit gado-gado tersebut. Sehingga, Balai Pelestarian Cagar Budaya
Sumatera Barat sebagai instansi kebudayaan yang mempunyai tugas dan fungsi
dalam Pelestarian Cagar Budaya membentuk tim survei awal. “Kami segera bergerak
setelah menerima laporan dari masyarakat setempat. Pasalnya, jika memang hal
tersebut bagian dari prasasti, pihak kami wajib melakukankan penyelamatan
kepada prasasti tersebut,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, upaya yang dilakukan dalam rangka
penyelamatan temuan yang masih diduga cagar budaya tersebut, dan kemudian untuk
antisipasi kerusakan, kehancuran, kehilangan dari objek tersebut. Sebagaimana dalam UU RI No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pasal 58 ayat
1 (a). mencegah kerusakan karena faktor manusia dan/atau alam yang
mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya. Ia
menjelaskan untuk sampai ke lokasi penelitian, menempuh perjalanan waktu
sekitar 1 jam, dengan suguhan pemadangan Kota Padang dari atas. Berdasarkan
tuturan dari Ketua RW 02, lokasi prasasti merupakan lahan milik dari Bapak Nurlin.
Dalam
penjajakan tersebut tidak hanya sebatas observasi lapangan, dilakukan
pengukuran dan juga wawancara dengan pihak penemu dan warga setempat. Bahan
yang prasasti berupa batuan andesit warna hitam keabu-abuan. Ukuran prasasti
tersebut memiliki panjang 2 m pada sisi belakang,1,88 m pada sisi depan; lebar
terkecil 1,5 m dan terlebar 1,9 m, sedangkan ketebalan bervariasi pada tiap
sisi mulai dari 35 cm hinga 82 cm. Batu Prasasti tersebut tertancap ke dalam
tanah sekitar 50 s.d 80 cm. Bapak Azwir Rajo Bungsu (Ketua RW 02) menuturkan
sekitar 40 tahun yang lalu dirinya pernah melihat dipermukaan atas, dan sisi
utara, timur dan barat batu tersebut berupa goresan-goresan yang menurut dia
berbentuk “tulisan cacing”.
Dari
laporan masyarakat sebelumnya, bahwa goresan-goresan yang menurut masyarakat
setempat berupa “tulisan cacing”. Menurut Dodi Chandra (arkeolog BPCB Sumbar)
menuturkan bahwa pada permukaan batu memang terdapat beberapa goresan benda
tajam yang lebih pada angka, huruf dan simbol. Jelas terlihat terdapat
goresan angka tahun “1730, 1738,
11-10-1958” dan bahkan hingga tahun 2016. Simbol yang digoreskan juga masih
asing, seperti huruf W, V, garis lengkung dengan penempatan acak.
“Melihat bentuk goresan di batu, kami memang belum bisa menyimpulkan terkait krolonogi waktu benda, dan makna dari goresan tersebut. Namun, analisa awal kami kemungkinan besar “Prasasti Bukit Gado-Gado” ini adalah prasasti masa Kolonial-Belanda dan bukan prasasti dari masa Klasik (Hindu-Buddha),” ujarnya Dodi. Indikasi tersebut, terlihat pada angka tahun dan huruf-huruf yang digoreskan sudah berbentuk huruf latin. Dugaan ini sangat berkaitan dengan keberadaan Bukit Gado-Gado pada masa lalunya, mengingat bukit ini merupkan rangkaian dari Gunung Padang, yang pada masa pendudukan VOC dan Hindia-Belanda dikenal sebagai bukit Monyet (Apenberg).
“Melihat bentuk goresan di batu, kami memang belum bisa menyimpulkan terkait krolonogi waktu benda, dan makna dari goresan tersebut. Namun, analisa awal kami kemungkinan besar “Prasasti Bukit Gado-Gado” ini adalah prasasti masa Kolonial-Belanda dan bukan prasasti dari masa Klasik (Hindu-Buddha),” ujarnya Dodi. Indikasi tersebut, terlihat pada angka tahun dan huruf-huruf yang digoreskan sudah berbentuk huruf latin. Dugaan ini sangat berkaitan dengan keberadaan Bukit Gado-Gado pada masa lalunya, mengingat bukit ini merupkan rangkaian dari Gunung Padang, yang pada masa pendudukan VOC dan Hindia-Belanda dikenal sebagai bukit Monyet (Apenberg).
Terlepas
dari informasi tersebut, dari pengamatan tim BPCB Sumatera Barat tidak terlihat goresan “tulisan cacing” yang
kemungkinan merupakan aksara Kuno bisa berupa aksara Pallava, aksara Jawa Kuno.
Namun, yang terlihat saat penjajakan hanyalah vandalisme dari
pengunjung/pendaki yang menurut Aulia Rahman (penemu) lokasi sering di
pergunakan oleh warga sekitar untuk sekedar olahraga di hari minggu atau hiking
oleh Sispala yang ada di kota Padang, terutama oleh siswa di SMA 6 Padang.
Hal
senada juga diutarakan Emi Rosman, perlu dilakukan upaya penelitian mendalam,
dalam hal ekskavasi penyelamatan untuk mencari dan mengumpulkan data yang
nantinya dapat mendukung dari temuan batu prasasti ini. Kemudian perlu juga
hendaknya upaya perlindungan dari temuan ini, agar tidak bertambah rusak oleh
aksi vandalisme.
Sementara
Rina Endaharti (Kasi Cagar Budaya Dinas Pariwsata dan Kebudayaan Kota Padang
mengatakan, “Kami akan berupaya cepat dalam pelestarian temuan ini, karena
temuan ini merupakan temuan yang sangat berharga dalam kesejarahan Kota
Padang,”. Senada dengan itu, Etweldi (Kasi Kepurbakalan & Warisan Budaya
Dinas Kebudayaan Prov. Sumbar juga menambahkan, kami akan mendukung segala
upaya pelestarian yang nanti akan lakukan semua pihak harus berpartisipasi
aktif dalam pelestarian tidak hanya pemeritah daerah, masyarakat pun juga punya
kewenangan dalam pelestarian Cagar Budaya.
Terkait
dengan keinginan pemuda dan masyarakat Bukit Gado-Gado dalam pemanfaatan objek
batu prasasti sebagai objek wisata alam dan sejarah, pihak BPCB tidak membatasi
keinginan tersebut, sesuai dengan yang tertuang dalam UU RI No. 11 tahun 2010
tentang Cagar Budaya bagian keempat pasal 85 ayat (1) : Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan setiap orang dapat memanfaakan Cagar Budaya untuk kepentingan
agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan dan
pariwisata. Namun, BPCB Sumatera Barat nantinya akan melakukan sosialiasi dan
kajian dan/atau analisis dampak lingkungan untuk meminimalisir kerusakan.9ALINURDIN)
No comments: