Breaking News
recent

Budaya Akarnya Masih Ada Namun Belum Terpelihara





Tanah datar.
Budaya daerah mengakar, ibarat bunga apabila tidak ada akarnya maka ia akan mati, terlindas zaman dan globalisasi kebudayaan.
Saat ini banyak ragam budaya di Minangkabau namun yang spesifik kedaerahan sudah mulai tidak muncul. Yang banyak bermunculan budaya-budaya barat. Seperti pada acara karnaval, pawai dan acara besar lainnya.

Minangkabau punya budaya yang beragam dan unik, ini perlu dimunculkan, dilestarikan dan dipupuk agar tetap tumbuh dan dicintai oleh bangsa sendiri, ini disampaikan oleh Puan Puti Reno Sativa Sutan Aswar atau lebih dikenal Atitje yang mewakili Dekranas saat menghadiri Karnaval Songket di Kota Sawahlunto, Kamis (26/08)
Seperti halnya pakaian tradisional Nagari Padang Magek Tanah Datar yang mendapat pujian dari Konsul Ekuador Gonzalo Vega M. dan Phomma BOUTTHAVONG dari Minister Counsellor Laos, ini bagus tradisional sekali ucapnya, pada Atitje usai pawai karnaval songket di Kota Sawahlunto.
Lebih jauh Atitje yang mewakili Ketua Dekranas Ibu Mufida Jusuf Kalla ini jelaskan tentang kecintaan akan budaya Minangkabau, yang harus kita jaga, lestarikan dan kita tampilkan pada iven-iven besar seperti halnya pakaian adat manjalang mintuo, pakaian anak daro dan pakaian-pakaian tradisional lainnya.
Jepang negara maju tapi mereka terkenal dengan kimononya, India terkenal dengan sarinya, dan masih banyak lagi negara-negara maju yang mempertahankan tradisi leluhur mereka. Sehingga di negara manapun kita berada dengan pakaian kebesaran kita, orang akan tau, oh ini orang Minang dan lain sebagainya jelas Atitje.
Saat ini kita bangga dengan kostum-kostum kabarat-baratan, dengan dandanan yang mencolok, bermotif pada wajah atau bagian tubuh lainnya, pada hal ini tidak akan bisa dipakai dalam keseharian, maupun acara pesta, selain ribet karena banyak aksesories juga akan mengganggu orang lain.
Seperti pakaian Milik, pakaian tradisional kaum perempuan di Nagari Padang Magek ini, yang bisa dipakai dalam keseharian, pakaian ini yang dilengkapi dengan mukenah dan kain sarung yang apabila masuk waktu sholat, kita langsung beribadah, tanpa membawa tas kita sudah bisa membawanya karena ini dipergunakan sebagai penutup kepala, ujar Atitje.
Dibanding jilbab yang saat ini sedang tren tapi apakah itu sudah mencerminkan kita muslimah, belum tau, karena sangat miris saat ini lebih 200 para remaja pakai jilbab tapi kok bisa hamil, apa yang salah?, ucapnya.
Jadi ini perlu kajian bersama, karena banyak yang unik di daerah kita yang beragam budaya dengan berbagai macam pakaian khas dan aneka kuliner yang enak, jangan sampai sirna ditelan masa dan globalisasi budaya.

Budaya kita ibarat bunga Bougenville yang banyak warna, ada merah, kuning dan putih tapi harus punya akar yang kuat dan harus kita pelihara, jika tidak ia bagaikan setangkai mawar dalam vas di atas meja, tiga hari ia akan layu, katanya. (alinurdin)

No comments:

Powered by Blogger.