MENGENAL SEJARAH TUANKU INDOMO BASA AMPEK BALAI
Tanah Datar.Serambiminangnews
Banyak Nagari di Ranah Minangkabau yang sudah berdiri sejak
abad silam dan salah satunya Nagari Saruaso yang terletak tidak jauh dari
Istano Basa Pagaruyung.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat
Nurmatias kepada Rakyat Sumbar Kamis (23/1) Mengungkapkan,Saruaso sudah
disebutkan dalam prasasti Saruosa I yang diterjamahkan dalam bahasa
Indonesia “ Raja Adityawarman mendirikan tempat peribadatan untuk kaumnya di
Surawasa yang kemudian terjadi perubahan dialek penyebutan daerah akhir menjadi
Saruoaso.
“Melihat data historisnya yang ada daerah Saruoaso sudah
dikenal pada abad ke XIV masehi. Ada satu prasasti lagi yang sangat fenomenal
dalam sejarah peradapan manusia yaitu prasasti Banda Bapahek (Bandar Berpahat)
yang isinya mengenai Raja Adityawarman membangunan irigasi untuk masyarakat di
Saruoaso. Raja Adityawarman sudah memanfaatkan sungai Batang Selo untuk
kemakmuran masyarakat. Kemakmuran daerah ini pada saat ini sebagai lumbung padi
di masyarakat masa Adityawarman, Akibat pembuatan irigasi baru, prasasti Banda
Bapahek ini hilang dan hancur, Untung ada duplikatnya di Museum Nasional
Jakarta. Sampai saat ini daerah kekuasaan Adityawarman tersebut masih menjadi
daerah ketahanan pangan Kabupaten Tanah Datar dan Provinsi
Sumbar”Sebutnya.
Menurutnya,tidak banyak masyarakat Minangkabau yang mengenal
sosok tokoh ini. Setelah abad ke XV dunia Minangkabau hilang dalam panggung
sejarah. Kemudian baru muncul lagi sejarah Islam di Minangkabau pada abad ke
XVII dengan hegomoni kerajaan Pagaruyung dan salah satu tokoh Tuanku Indomo.
“ Tokoh ini hadir dalam sejarah masuknya Islam ke
Minangkabau, Gelar Tuanku merupakan orang yang paham dan mengetahui seluk beluk
agama Islam”Jelasnya.
Disampaikan,saat ini masih
terjadi perdebatan tentang peran Tuanku dengan Syekh. Syekh merupakan
tokoh yang punya aliran dan tarekat serta biasanya punya sebuah lembaga
pendidikan (pesantren), sedangkan Tuanku adalah seorang tokoh ulama yang tidak
melahirkan sebuah aliran dan tarekat dalam Islam.
Tuanku Indomo yang merupakan salah satu dari Basa Ampek
Balai semasa Kerajaan Pagaruyung. Basa empat Balai yaitu Bandaro di Sungai
Tarab, Indomo di Saruaso, Mangkhudum di Sumanik, dan Tuan Gadang di Batipuh
yang merupakan pembesar pemerintah pusat.
“Dalam struktur pemerintahan kerajaan Pagaruyung, Rajo Tigo
Selo atau Raja Tiga Sila, dibantu oleh orang besar atau Basa yang kumpulannya
disebut Basa Ampek Balai, empat orang besar yang mempunyai tugas,
kewenangan-kewenangan dan tempat kedudukan atau wilayah sendiri pada
nagari-nagari yang berada di sekeliling pusat kerajaan, Pagaruyung. Tuan Indomo
berkedudukan di Saruaso dengan julukan Payung Panji Koto Piliang dengan tugas
pertahanan dan perlindungan kerajaan”Jelasnya.
Kemudian pada masa Islam kita menganal tokoh Tangku Indomo
yang pernah tercatat dalam sejarah Minangkabau.
Lebih lanjut Nurmatias menerangkan,berdasarkan tipologi
nisannya bertarikh abad ke XVII masehi. Dalam Disertasi Ottman Yatim dengan
judul Batu Aceh dan Disertasi Prof Dr. Herwandi masih masalah nisan yang
dibahas. Masukan nisan Tuanku Indomo ini sebagai tipologi nisan Aceh.
“Kompleks makam ini terdiri dari 20 buah makam dan dipagar
dengan tembok keliling dari susunan batu kali. Kompleks makam Indomo ini
terbuat dari andesit. Jirat makam semuanya terbuat dari susunan batu kali
dengan nisan-nisan tipe Tanah Datar yaitu bentuk pipih seperti hulu keris untuk
nisan wanita, dan bentuk nisan seperti “phallus”(alat kelamin Laki-laki) untuk
nisan laki-laki. Makam Indomo jiratnya berupa tembok keliling berplester
semen dengan ukuran panjang 300 cm, lebar 154 cm, tinggi 105 cm, dan tebal
tembok 25 cm. Nisannya terbuat dari batu andesit, nisan hanya satu buah
di bagian kepala dan ditempatkan di luar jirat tembok, berbentuk phallus berhias
keris. Nisan ini berukuran tinggi 130 cm dengan diameternya 36 cm. Dengan
Phallus menandakan strata sosial orang yang dimakamkan. Tradisi membuat
alat kelamin dalam peradapan manusia tidak berasal dari masa Islam. Pada masa
Prasejarah juga dipersonifikasikan dalam bentuk menhir “Tuturnya.
Menurutnya,tradisi menhir di Sumatera Barat bisa di lihat di
daerah 50 Kota. Tanah Datar dan tempat lain di Sumatera Barat. Dengan bentuk
menhir yang bengkok sering ditamsilkan dengan tabiat orang yang negatif orang
Minangkabau, “ Takurung indak di lua ta himpik indak di ateh” (terkurung ingin di luar dan
terhimpit hendak diatas) atau disebut padang bengkok.
“Kemudian budaya masa prasejarah ini berlanjut pada masa Hindu
Budha yaitu Lingga Yoni, Lingga merupakan manisfetasi alat kelamin laki-laki
dan yoni merupakan manisfetasi alat kelamin wanita. Phallus ini merupakan
lambang kesuburan manusia. Bentuk Nisan yang ditanamkan sebagai simbol sosial
yang tinggi pada masyarakat. Tuanku Indomo merupakan tokoh yang hebat maka
bentuk Nisan kuburnya juga unik dan fenomenal bentuknya dengan nisa-nisan lain
yang ada dikompleks Disisi lain bentuk nisan yang dibuat melanggar sebuah
tatan agama Islam yaitu tidak boleh memberikan pandangan atau penglihatan
mata kepada hal yang tidak baik, tetapi karena Islam itu toleran dan memakai
konsep budaya lain dalam sistem kehidupan umat Islam. Itulah budaya yang cair
dalam proses perjalanan peradapan umat manusia”Pungkasnya mengakhiri keterangan
Tentang keberadaan Makam Tuanku Indomo yang dulunya salah satu basa empak
balai.(alinurdin)
No comments: